Senin, 31 Mei 2021

 Aksi Nyata Nilai dan Peran Guru Penggerak



Setelah melalui tahapan kedua dari isi modul 1, banyak hal yang menjadi terang. Mengenai apa dan bagaimana Guru Penggerak itu. Dari sisi kompetensi, guru penggerak adalah sosok pemimpin. Orang yang mampu memimpin dirinya dan orang lain disekitarnya untuk berkembang, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah dan memimpin pengembangan sekolah. Dari empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak tersebut, dapat dipahami bahwa Guru Penggerak adalah Pemimpin.

Dengan kompetensinya sebagai pemimpin itu, guru penggerak mampu bertindak dan berbuat sesuai dengan peran yang diharapkan. Peran-peran tersebut adalah:

1.     Menjadi pemimpin pembelajaran;

Ketika menjadi pemimpin pembelajaran, seorang guru penggerak diharapkan mampu mendesain sedemikian rupa ekosistem pendidikan di sekolahnya mulai dari lingkungan hingga kurikulum, proses pembelajaran, penilaian dll. menjadi sesuatu yang dapat menciptakan kenyamanan murid dalam belajar. Sehingga murid dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.

 

2.       Menjadi penggerak komunitas praktisi

Sebagai guru penggerak harus bisa menggerakkan atau menginisiasi atau terlibat secara aktif dalam menggerakkan komunitas praktisi baik di sekolahnya maupun di didaerahnya. Sehingga selain bermanfaat bagi guru lain utuk saling berbagi ilmu antar sesama anggota komunitas, juga bagi guru penggerak itu sendiri.

 

3.       Menjadi coach bagi guru lain

Selain mengembangkan dirinya, guru penggerak juga harus berperan untuk mengembangkan teman sejawat atau guru lain dengan bertindak sebagai coach atau mentor. Sebagai mentor guru penggerak merefleksikan kemampuannya kepada teman sejawat agar dapat lebih berkembang.

4.       Mendorong kolaborasi antar guru

Guru penggerak juga berperan sebagai pendorong kolaborasi antar stake holder atau pemangku kepentingan baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah. Dengan tujuan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

 

5.       Mewujudkan kepemimpinan murid

Mendorong peningkatan kemandirian dan kepemimpinan murid di sekolah. Peran seorang Guru Penggerak berarti membantu para murid ini untuk mandiri dalam belajar, mampu memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter murid di sekolah.

 

Setelah memiliki kompetensi sebagai guru penggerak sebagaimana disebutkan diatas agar dapat secara konsisten menjalankan perannya dengan baik, maka dalam diri seorang guru penggerak perlu memiliki nilai-nilai diri, yaitu: mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.

 

Sebagai Calon Guru Penggerak, setelah mempelajari modul 1.2. ini, semakin memahami kekurangan diri akan kompetensi yang dimiliki serta peran yang telah di jalankan selama ini. Namun dalam kondisi ini saya mencoba menerapkan dan menambah sedikit demi kompetensi dan peran Guru Penggerak di lingkungan sekolah saya, seraya menggali dan mendalami penguasaan nilai-nilai yang harus dimiliki seorang guru penggerak.

 

Dalam satu kesempatan saya memulai untuk menginisiasi komunitas praktisi. Dalam hal ini adalah guru kelas dan guru mapel. Kegiatan ini sebelumnya tidak ada, sama sekali hal baru, sehingga benar-benar sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak. Semoga dimudahkan, berjalan lancer dan berkelanjutan.


Perencanaan, konsultasi dan sharing tentang penggerakan komunitas



Mengunjungi kelas, membicarakan permasalahan dan kendala yang ada

Kamis, 13 Mei 2021

Aksi Nyata - Modul 1.1

Aksi Nyata - Penerapan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara 
di Kelas dan Sekolah pada Modul 1.1 
PERUBAHAN MENUJU MERDEKA BELAJAR 


Disusun Oleh     : Sahriyal
Fasilitator           : Edi Sutanto 
Pengajar Praktik : Marsus Efendi 

1.1 LATAR BELAKANG 
      FILOSOFI PENDIDIKAN DALAM PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA 

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”. 

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. 

Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004). 

Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II , 1994). Dengan demikian, pendidikan itu sifatnya hakiki bagi manusia sepanjang peradabannya seiring perubahan jaman dan berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan batin dan lahir sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. 

Kebudayaan berasal dari bahasa latin Culture yang berarti “mengusahakan”, mengusahakan untuk mendapatkan kemajuan kehidupan. Inti dari kebudayaan adalah manusia. Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia yang berbudaya dan membudaya. Dengan mengusahakan kehidupan yang lebih baik seseorang akan memerlukan pendidikan. 

Pendidikan dan Kebudayaan terdapat hubungan yang saling berkaitan. Tidak ada kebudayaan tanpa pendidikan, begitu juga praksis pendidikan tidaklah stagnan, melainkan selalu berkembang dengan lingkup kebudayaan. Apabila kita ingin membangun kembali masyarakat Indonesia dari krisis globalisasi maka tugas tersebut menjadi tugas pembangunan kebudayaan kita. 

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang kebudayaan untuk selalu memelihara serta memajukan hidup manusia kearah keadaban. Oleh karena itu harus selalu diingat beberapa pemikirannya di bawah ini: 
  1. Pemeliharaan kebudayaan harus bertujuan memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan setiap pergantian alam dan zaman. 
  2. Karena pengasingan (isolasi) kebudayaan menyebabkan kemunduran dan kematian, maka hubungan antara kebudayaan masyarakat harus selalu terjaga. 
  3. Pembaharuan kebudayaan mengharuskan adanya hubungan dengan kebudayaan lain, untuk mengembangkan dan menyempurnakan atau memperkaya kebudayaan sendiri. 
  4. Memasukan kebudayaan lain yang tidak sesuai dengan alam dan zamannya merupakan pergantian kebudayaan yang menyalahi tuntutan kodrat dan masyarakatnya, dan hal ini membahayakan. 
  5. Kemajuan kebudayaan harus berupa kelanjutan langsung dari kebudayaan nasional (kontinuitas), menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap mempunyai sifat kepribadian didalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentrisitas). 


 I.2 TUJUAN PENDIDIKAN 

Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak” 

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal. 

 Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. 

 Ki Hadjar Dewantara juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. 

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama” 

 Ki Hadjar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut :''Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21) 

Ki Hadjar Dewantara hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. 

Ki Hadjar Dewantara, mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ki Hadjar Dewantara, menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. 

Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia. 

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. 

Pendidikan Budi Pekerti atau Karakter, yaitu bulatnya jiwa manusia, bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan yang akan menumbuhkan energi jiwa manusia sebagai makhluk individu dan sosial dan dapat memerintah atau menguasai dirinya sendiri , mulai dari gagasan, pikiran, atau angan-angan hingga menjadi tindakan. Ki Hadjar menyebutnya sebagai manusia yang beradab dan itulah tujuan Pendidikan Indonesia secara garis besar ( Dewantara I, 2004 ). Maka, Ki Hadjar membagi fasa pendidikan menjadi tiga perkembangan, yaitu : 

  1. Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya, sesamanya, dan lingkungannya. Disini sangat jelas apa arti manusia sebagai makhluk individu dan sosial. 
  2. Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa , negara, dan tanah airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru. 
  3. Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih luas lagi yaitu dunia atau masyarakat global. 

Pendidikan karakter untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa itu harus dimulai sedini mungkin bagi seluruh anak bangsa. Pemikiran Ki Hadjar yang menarik bagi Pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia adalah Wirama yaitu sifat tertib serta hidupnya laku yang indah sehingga dapat memberi rasa senang dan bahagia (Dewantara I, 2004 ). Wirama itu tidak lepas dari kodrat alam seperti keteraturan alam, keindahan alam, sifat alami alam yang ritmik. Di samping itu, dengan mengutip seorang ahli psikologi dan ilmu pendidikan Dr Rudolf Steiner, Ki Hadjar mengungkap bahwa Wirama : [1] mempermudah pekerjaan, [2] mendukung gerak pikiran, [3] mencerdaskan budi pekerti, dan [4] menghidupkan kekuatan dalam jiwa manusia. Inilah syaraf paling penting untuk pendidikan karakter bangsa untuk membangun peradaban bangsa dan membedakannya dari peradaban equity dan equality dalam paham liberalisme yang mengkultuskan individu dan materialisme. Wirama akan membiasakan manusia menghargai harmomi dalam keragaman, hal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman bawaan. Dengan harmoni maka manusia akan selalu menyelaraskan hidupnya dengan lingkungannya serta menjaga kemerdekaannya dengan menghargai kemerdekaan orang lain. Wirama itu ada dalam adat-istiadat, tata-krama, kebiasaan setiap etnis suku bangsa. 

2.1 Perasaan selama melakukan perubahan di kelas 

Perasaan yang penulis rasakan tentunya rasa syukur. Alhamdulillah penulis diberi kesempatan oleh KEMENDIKBUD untuk menjadi calon guru penggerak. Sehingga banyak sekali hal-hal baru yang penulis dapatkan dan pahami terutama terkait filosofi pendidikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Perubahan yang terjadi pada penulis dan peserta didik sangat luar biasa dampaknya dengan menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dari awal proses mempelajari materi modul 1.1 sampai selesainya materi pada modul 1.1, penulis lebih termotivasi untuk mencari hal-hal baru dalam pembelajaran terutama lebih memanfaatkan linkungan di sekitar dan teknologi. Salah satunya dengan menemukan media dan metode pembelajaran yang dapat menarik minat dan bakat peserta didik agar peserta didik dapat lebih aktif, inovatif, kreatif, dan senang. Misalnya: Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai Mata Pelajaran yang di ampu penulis, penulis memberikan tugas kepada peserta didik dengan cara bermain sambil belajar. Penulis memberikan pertanyaan melalui permainan tersebut, sehingga peserta didik dapat menerima pembelajaran dengan mudah dan pembelajaran menjadi kondusif juga menyenangkan. Penulis merasa lebih dekat dengan peserta didik, peserta didik lebih kondusif dan terlihat mereka antusias sekali dalam menerima pembelajaran, dan ketika refleksi peserta didik dapat menjelaskan dengan baik materi yang disampaikan. 

2.2 Ide atau gagasan yang timbul sepanjang proses perubahan 

Perubahan bagi penulis adalah perubahan menuju merdeka belajar. Seperti semboyan Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru. Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat, tapi guru yang luarbiasa akan menghasilkan murid yang pantang menyerah karena guru yang luar biasa tidak akan menyerah pada kondisi apapun muridnya dan menghasilkan murid yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Menerapkan profil pelajar pancasila, ''Beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif'' di sekolah. Pendidikan perlu mempertimbangkan kodrat alam dan zaman karena kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan. Kodrat alam berkaitan dengan keunikan anak, kultur anak, bakat dan minat, gaya belajar, kemampuan anak, dan lingkungan anak dalam berinteraksi. Sedangkan kodrat zaman berhubungan dengan kemajuan alam dan zaman seiring dengan budaya manusia pada zamannya. Kita sebagai pendidik tidak boleh memaksakan kehendak anak. Berikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih cara belajarnya sendiri karena mereka memiliki keunikan masing-masing. Namun, pendidik harus tetap menuntun agar peserta didik tidak kehilangan arah dan menemukan kemerdekaan belajarnya. Dalam pembelajaran pun kita harus memberikan materi sesuai dengan perkembangan, zamannya agar materi yang disampaikan selalu terbaru sesuai dengan perkembangan zaman yang tidak statis tetapi dinamis selalu berubah-ubah. 

Seperti ASA Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara 1922 ''Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk menghamba kepada sang anak. Filosofi pendidikan adalah berpusat kepada siswa. Pendidikan Indonesia harus mempersiapkan benih-benih kebudayaan yang tengah berevolusi. Pendidikan harus holistik dan tuntutan sesuai kodrat anak dan zamannya. sistem pendidikan harus kembali kepada filosofi Bapak Pendidikan Indonesia: Sistem pendidikan yang berhamba pada sang anak. 

Menuju perubahan tersebut, penulis melakukan penerapan di kelas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang penulis ampu sebagai berikut: 1. Membuat kesepakatan dalam pembelajaran PAI 2. Menanamkan nilai-nilai karakter berakhlak mulia dengan berdoa sebelum memulai pembelajaran dan drilling doa harian dan surat pendek. 3. Menerapkan literasi membaca selama 5 menit sebelum dimulai pembelajaran dan mempresentasikan isi buku yang dibaca sebulan sekali 4. Menanamkan nilai-nilai kebudayaan di dalam pembelajaran 5. Menggunakan metode dan media pembelajaran yang menarik 6. Mempersiapkan ice breaking di tengah pembelajaran dengan tujuan agar siswa tidak bosan dan mengantuk, berupa permainan 

2.3 Pembelajaran dan pengalaman dalam bentuk catatan praktik baik 

Pendidikan dan pembelajaran di kelas dan sekolah, kami menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Seperti semboyan Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru. Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat, tapi guru yang luarbiasa akan menghasilkan murid yang pantang menyerah karena guru yang luar biasa tidak akan menyerah pada kondisi apapun muridnya dan menghasilkan murid yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. 

Penerapan di sekolah kami peserta didik diberi kebebasan untuk memilih cara belajar mereka sesuai dengan, minat, bakat, kemampuan, keunikan, gaya belajar, dan lainnnya. Misalnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia materi pelajaran mengenai fabel, guru memberikan tugas terkait materi tersebut, peserta didik diberi kebebasan untuk memilih tugasnya dengan cara menulis cerita fabel, memerankan drama fabel, atau membuat cerita fabel melalui teknologi. Dan guru akan selalu memantau dengan menanyakan ide kreatif dan proses yang dilakukan peserta didik, sehingga jika ada kendala siswa dapat menanyakan langsung apa kendalanya dan guru dapat mengarahkan peserta didik agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 

Pendidikan juga harus sesuai dengan perkembangan zamannya agar peserta didik mengetahui perubahan setiap zamannya. Menerapkan konsep profil pelajar pancasila di kelas dan sekolah, ''Beriman, Bertakwa, Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif''. 1. Beriman, Bertakwa, dan Berakhlak Mulia Peserta didik membiasakan diri untuk hafalan surat pendek, membaca al qur'an. Dan sebelum memulai pembelajaran di kelas, peserta didik berdoa dan membaca surah pendek untuk menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia 2. Berkebhinekaan Global Seluruh warga sekolah membiasakan diri untuk melaksanakan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, dan santun). Guru yang sedang piket bertugas untuk menyambut siswa dan mengecek kerapihan serta kelengkapan atribut sekolah. 3. Gotong Royong Peserta didik memiliki rasa kepedulian, empati, dan kerja sama. Peserta didik dan wali kelas menjenguk peserta didik yang sedang sakit. Dan setiap hari Jumat di sekolah kami melaksanakan kegiatan kerja bakti atau gotong royong dalam menjaga kebersihan bersama. 4. Mandiri Peserta didik diberikan tugas individu untuk melatih tanggungjawab akan tugas yang diberikan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam terkait proses awal pengerjaan tugas, hingga mendapatkan hasil sesuai dengan kerja keras dan usaha mereka. Ki Hajar Dewantara juga mengedepankan pendidikan karakter. Beliau mengajarkan bagaimana kita bisa memerdekakan diri kita sendiri dan tentu saja merdeka sebagai rakyat, bangsa, dan negara. Singkatnya, Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang percaya diri baik sebagai individu maupun bagian dari sebuah bangsa. 5. Berpikir Kritis Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam terkait materi teks diskusi, peserta didik diberikan tugas untuk mempresentasikan hasil diskusi. Peserta didik menanggapi argumen peserta didik lain dan diakhir pembelajaran peserta didik memberikan refleksi terkait pembelajaran hari ini. Hal positif yang didapatkan dalam pembelajaran ini adalah peserta didik dapat berpikir kritis untuk menganalisis, mengevaluasi, mengambil keputusan terkait argumen pro atau kontra, dan memberikan refleksi terkait pembelajaran hari ini. 6. Kreatif Peserta didik membuat suatu karya yang menghasilkan produk yang indah dan berkualitas dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang ada di lingkungan sekitar rumah dan sekolah. 

Manfaat dari pembelajaran ini mengajarkan kepada peserta didik untuk berwirausaha, menjaga kelestarian, dan kebersihan lingkungan. Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan, bahwa keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. 

Dari pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas pihak sekolah, wali kelas, dan orang tua murid selalu menjaga komunikasi dengan baik, bekerja sama, dan bersikap terbuka untuk menceritakan bagaimana keseharian ananda di rumah maupun di sekolah. Sehingga tujuan bersama kami untuk membentuk karakter yang sempurna peserta didik dan progress pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

 2.4 Dokumentasi Foto Bercerita 







 2.5. Testimoni Kepala Sekolah dan Rekan Guru 

Testimoni Kepala Sekolah dan Rekan Guru terhadap Perubahan Penulis 





 3.1 Kesimpulan 

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”. Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. 

Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004). 

Ki Hadjar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut :''Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21) Ki Hadjar Dewantara menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. 

ASA Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara 1922 ''Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk menghamba kepada Semboyan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru Profil Pelajar Pancasila ''Beriman, Bertakwa, Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif''.