Selasa, 28 September 2021

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.

PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Oleh : Sahriyal CGP 2 Kabupaten Pesawaran



Setiap pemimpin dalam oraganisasi apapun memiliki tanggung jawab untuk dapat memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Memanfaatkan dalam arti mengelola secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Demikian juga sebagai pemimpin pembejaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal dan berkualitas maka pemimpin pembelajaran harus mampu menggapainya dengan sumber daya yang dimilikinya.

Dalam pengelolaan sumber daya yang ada, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif, yaitu melihat pada kelebihan-kelebihan atau kekuatan yang dimiliki, sehingga dapat secara maksimal memacu perubahan dengan potensi yang dimiliki. Bukan justru sebaliknya, hanya memprhatikan pada kekurangan-kekurangan yang dimilki yang justru akan membuat pesimis dalam mecapai tujuan yang disepakati.

Dalam pengelolan sumber daya dikenal dua pendekatan yaitu Defisit based thinking (pendekatan berbasis kekurangan) dan asset based thinking (pendekatan berbasis aset). Sebagai pemimpin pembelajaran sangat dianjuran untuk menggunakan pendekatan asset based thinking, untuk dapat terus bergerak mencapai tujuan yakni visi misi sekolah dengan aset yang dimiliki. Dengan demikian diharapkan tetap ada progress untuk mencapai visi misi.

Selain itu, dengan menggunakan aset based thinking maka diharapkan dapat memaksimalkan semua potensi aset yang dimiliki untuk membantu proses pembelajaran yang lebih berkualitas.

Diantara aset-aset yang ada di sekolah itu adalah 1. Aset manusia, 2. Aset sosial, 3. Aset Fisik, 4. Aset lingkungan/alam, 5. Aset Finansial, 6. Aset Politik, 7. Aset Agama dan budaya. Ketujuh aset ini adalah modal utama bagi pemimpin pembelajaran untuk dapat menunjang pembelajaran yang berpihak pada murid dengan kualitas yang lebih baik. Kecermatan dalam memetakan aset-aset yang ada serta kepiawaian dalam mengelola dan memnafaatkannya adalah kunci utama dalam mencapai pembelajaran yang berkualitas khususnya dan mencapai visi misi secara umum.

Pemimpin pembelajaran dalam memimpin sumber daya dengan menggunakan pendekatan  inkuiri apresiatif dan aset based thinking sangat erat kaitannya, dan memiliki kesamaan dalam hal melihat dari sisi positif pada permasalahan yang ada, sehingga tidak menjadikan alasan kekurangan dan sisi negative untuk berhenti dan pesimis.

Demikian juga erat kaitannya antara pemimpin pembelajaran ketika memimpin sumber daya  dengan teknik coaching. Dalam teknik coaching seorang coachee menemukan sendiri jalan keluar dari permasalahannya dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali potensi yang ada pada diri coache, bukan menampakkan permasalahan atau kekurangan yang ada dalam diri coachee. Ini berarti bahwa coachee yang merupaka salah satu aset yang dimiliki sekolah,  ketika diberikan dukungan dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya.

Saya sebagai CGP sekaligus pemimpin pembelajaran di kelas-kelas, setalah memahami materi pada modul 3.2 ini ada perubahan paradigm dalam hal meningkatkan kualitas pembelajaran. Dulu yang saya fikirkan adalah masalah apa yang kurang dan tidak ada dikelas, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga apa yang terjadi. Tidak ada progress sedikitpun untuk berubah menjadi lebih baik, seakan-akan dalam fikiran ini sudah terpatri pemahaman bahwa kemajuan atau perubahan kualitas itu hanya akan terjadi jika apa yang tidak ada, apa yang kurang tadi menjadi ada.

Namun kini paradigma itu sudah berputar dan meyakini bahwa apa yang tidak ada tadi bukanlah satu-satunya hal yang dapat menjadikan perubahan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Mulai saat ini saya berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan  dengan apa yang ada semaksimal mungkin.

  Salam dan bahagia. 

Rabu, 15 September 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

            By: Sahriyal CGP 2 Pesawaran

 

Alhamdulillah .. pada kesempatan yang baik ini kembali saya dapat merilis informasi terbaru di blog saya ini. Yang kali ini berupa tulisan menganai Koneksi antar materi yang telah saya pelajari dalam Program Pelatihan Guru Penggerak angkatan 2, yang kurang lebih sudah berjalan pada bulan ke-6. Semoga informasi ini dapat memberikan nilai manfaat bagi yang membaca. Selengkapnya saya uraikan dalam tulisan di bawah ini.

Filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran

Ki Hadjar Dewantara yang sudah sangat kita kenal sebagai bapak Pendidikan Indonesia telah menghasilkan karya yang sangat luar bias, bermanfaat tentunya untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. Salah satu karya beliau adalah pratap Triloka Pendidikan, yang terdiri dari Ing Ngarso Sungtulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.

Ing ngarso sungtulodo memiliki makna bahwa sebagai seorang guru mempunyai kewajiban  terhadap anak-anak didiknya untuk menjadi teladan, dalam arti setiap ucapan dan pebuatannya adalah contoh yang baik bagi anak-anak didiknya. Selanjutnya ing madyo mangunkarso memiliki makna bahwa sebagai seorang guru kita harus bisa menuntun dan memberikan semangat kepada anak-anak didiknya dalam belajar untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan mereka. Dan yang terakhir tutwuri handayani memiliki makna bahwa sebagai seorang guru mampu memberikan dorongan dan motivasi kepada anak-anak didiknya sehingga pemikiran anak-anak didiknya bisa terbuka dan menimba ilmu dan mengambil wawasan yang luas.

Dari filosofi pratap triloka pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara ini jika diselami nilai-nilainya lebih dalam menjadi dasar untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran akan menghasilkan keputusan yang tepat dan bijaksana, terutama keputusan tersebut akan berpihak pada anak-anak didik, bersifat objektif dan murni untuk kepentingan kemajuan pendidikan mereka.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, memilki pengaruh kepada pengambilan suatu keputusan

Sebagai seorang guru seyogyanya telah tertanam di dalam dirinya nilai-nilai yang positif yang akan mempengaruhi setiap ucapan, langkah dan perilakunya. Nilai-nilai tersebut adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Tidak terkecuali, nilai-nilai itu juga akan berpengaruh ketika seorang guru mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Semua keputusan yang akan di ambil telah melalui filterisasi nilai yang tertanam dalam dirinya. Baik itu proses yang mandiri dan telah di refleksikan, kemudian berkolaborasi dengan rekan atau orang lain yang dapat membantunya dan yang terpenting adalah keputusan tersebut baik dan berguna untuk kepentingan pembelajaran anak-anak didiknya.

Dengan demikian ketika guru/pemimpin pembelajaran sudah memiliki nilai-nilai diri yang positif tidak akan salah dalam memngambil keputusan baik itu bersifat individu atau egois maupun hal-hal lain yang akan merugikan anak-anak didiknya.

Kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas sebelumnya.

Dalam pengambilan keputusan yang tepat dengan resiko yang sekecil-kecilnya terlaksana dengan bantuan coaching.  Dalam hal ini coaching berperan sebagai alternatif jalan keluar ketika ketika permasalahan mengalami dilema. Baik itu permasalahan yang terjadi pada anak-anak didik atau pun guru.

Ada peran guru sebagai coach untuk untuk membangkitkan dan memunculkan semaksimal mungkin potensi peserta didik untuk mampu menyelesaikan masalah sendiri apalagi masalah yang termasuk dilemma etika dan bujukan moral. Pendidik sudah sepatutnya menyisihkan waktunya untuk menjalankan proses coaching untuk menciptakan kondisi pendidikan yang berpihak pada murid dan mengutamakan kepentingan peserta didik. Kondisi yang menstimulus murid untuk berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Ketika guru dihadapkan dengan masalah yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi dalam mengambil sebuah keputusan.

Jika nilai-nilai positif yang ada dalam dirinya maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan.

Sebagai mana telah diketahui bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Untuk mendapatkan keputusan yang tepat, yang berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif dan nyaman, sebgaimana telah dipelajari bahwa selain harus memiliki paradigma dan prinsip resolusi yang tepat juga menggunakan tahapan-tahapan sebagai pertimbangan sebelum keputusan diambil.

Tahapan-tahapan tersebut memiliki Sembilan langkah, mulai dari mengumpulkan fakta, mendata siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut dampai dengan menggunakan pertimbangan intuisi dan opsi trilema. Baru kemudian diputuskan mengenai kasus tersebut. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan tetap menjaga terciptanya lingkungan yang positif, kondusif dan nyaman. Dalam arti situasi lingkungan setelah dan sebelum diambilnya keputusan tidak berubah.

Kesulitan-kesulitan di lingkungan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika.

Dilingkungan dimana saya bertugas menurut saya tidak terlalu banyak hal yang membuat sulit untuk memutuskan masalah dilema etika. Hanya saja mungkin untuk hal-hal berikut ini perlu dicermati ketika dilema etika harus diputuskan, yaitu : Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman menjadi salah satu kendala/kesulitan pribadi yang muncul, kekhawatiran akan keputusan yang tidak tepat menjadi kesulitan tersendiri dalam pengambilan keputusan, ketidakcermatan dalam mengindentifikasi fakta dan informasi awal akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang diambil, perbedaan sudut pandang setiap orang dalam mengambil keputusan suatu kasus yang sama menyebabkan sulitnya mendapatkan kesepakatan keputusan.

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid .

Keputusan-keputusan yang kita ambil tentu sangat berpengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan murid-murid. Karena keputusan-keputusan tersebut diambil berdasarkan nilai berpihak pada murid. Lain halnya jika keputusan itu tidak berpihak pada murid atau cenderung subjektif, maka tidak akan berpengaruh pada pengajaran yang memerdekakan murid-murid.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya

Keputusan yang diambil pendidik sebagai pemimpin pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan peserta didik sangat menentukan bagaiman langkah mereka selanjutnya, jika tepat akan lebih menjadikan mereka mampu menumbuhkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka, sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik.

Jika kurang atau tidak tepat pendidik sebagai pemimpin pembelajaran mampu meminimalisir kemungkinan negative atau resiko dari ketidaktepatan keputusan tersebut, sehingga anak didik pun akan tetap tumbuh sebagai insan yang rasionalble, cermat dan teliti dalam mengambil keputusan tatkala dihadapkan dengan persoalan yang mendera mereka.

Kesimpulan akhir  yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul materi 3.1 dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya

Dalam materi 3.1. tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat baik untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang positif, kondusif aman dan nyaman, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang mampu menuntun anak-anak didik dalam merdeka belajar, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Namun materi ini diterapkan perlu adanya dukungan secara berkesinambungan dengan pemahaman filosifi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, serta menguasai teknik coaching yang baik serta didasari nilai-nilai diri yang positif dalam pengambilan keputusan.

Terima kasih, salam dan bahagia.