3.3.a.10. AKSI NYATA - PENGELOLAAN PROGRAM YANG
BERDAMPAK PADA MURID
Oleh:
SAHRIYAL, S.Pd.I. CGP ANGKATAN 2 SDN
14 NEGERI KATON
1.PERISTIWA
(FACT)
A.Latar Belakang
Situasi yang dialami Guru Penggerak
Calon Guru Penggerak (CGP) bertugas
di SDN 14 Negeri Katon sebagai Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) jelas sekali
bahwa CGP memiliki background Pendidikan Agama. Oleh karena itu secara intuisi
jelas kecenderungan dalam merencanakan Aksi Nyata yang mengarah pada kegiatan
keagamaan, namun tetap mendukung terhadap program sekolah yang berupa penguatan
karakter.
Sebagaimana yang digalakkan oleh
pemerintah tentang Penguatan Karakter, yang dipandang sangat cocok sekali
dengan kondisi sekolah yang memiliki homogenitas agama yang dianut oleh siswa,
yaitu memeluk agama islam 100%.
Selain itu tingkat empati yang
dimiliki oleh siswa dan seluruh warga sekolah yang masih sangat perlu untuk di
tingkatkan. Empati yang ada dan mulai tampak yaitu menjenguk teman sakit dan
yang mendapat musibah lainnya. Namun masih bersifat kelas per kelas dan belum
menyeluruh dan belum menjadi pembiasaan. Oleh karena itu CGP bermimpi untuk
dapat memulai menjadi pembiasaan bagi siswa sejak dini dalam berempati kepada
sesama, meningkatkan jiwa sosial serta mewujudkan kepeminpinan murid.Mudah-mudahan dapat dibawa di lingkungan
masyarakat setelah mereka lulus.
Dari beberapa hal yang menjadi
pertimbangan diatas, maka CGP ingin mewujudkan mimpinya dengan sebuah kegiatan
yang diberi nama Penguatan Karakter melalui Sedekah Jum’at.
Deskripsi Aksi Nyata
Aksi nyata yang dilaksanakan CGP
dengantema “Penguatan Karakter melalui
Sedekah Jum’at” yaitu program pembiasaan seluruh murid dan warga sekolah untuk
menyisihkan sebagian rezekinya pada setiap hari Jum’at untuk memperkuat nilai
empati murid dan warga sekolah sekaligus mengamalkan ajaran islam yang
mengandung nilai keutamaan, selain itu progam ini juga dilakukan oleh murid,
dari murid dan untuk murid yang termasuk dalam upaya mengembangkan kepemimpinan
murid.
Berikut
adalah Langkah-langkah aksi nyata :
1.Sebelum
melaksanakan kegiatan CGP mengkomunikasikan dengan kepala sekolah sebagai
penanggung jawab.
2.Membangun
kerjasama dengan semua guru
3.Bersama
murid-murid kelas 6 membentuk kepanitiaan kecil yang akan melaksanakan
kegiatan.
4.Setelah
terbentuk kepanitiaan kecil, pantia tersebut mulai mensosialisasikan kegiatan
sedekah Jum’atkepada kelas-kelas
lainnya untuk pertama kalinya.
5.Kemudian setiap
hari jum’at kembali panitia berkeliling kelas untuk mengumpulkan sedekah
Jum’at.
6.Kemudian
panitia membuat laporan yang akan ditempel pada papan pengumuman.
7.Panitia
merencanakan untuk menyalurkan dana sedekah Jum’at tersebut sesuai dengan
tujuan yang telah disepakati.
Hasil dari Aksi Nyata
Hasil
dari aksi nyata yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.Murid terbiasa
untuk bersedekah pada hari Jum’at sesuai dengan anjuran ajaran islam.
2.Siswa kelas 6
yang tergabung dalam panitia terlatih menjadi pemimpin, dan mengelola kegiatan
mereka sendiri.
3.Siswa dan warga
sekolah yang menjadi sasaran dapat merasakan manfaat secara langsung.
2.PERASAAN
(FEELINGS)
Perasaan saya setalah melaksanakan
Aksi Nyata ini ada senangnya juga ada khawatirnya.
Sengan ketika melihat anak-anak yang
menjadi panitia terlihat sangat semangat sekali ketika kami melakukan pemilihan
panitia. Benar-benar diluar dugaan. Demikian juga ketika mereka berkeliling
kelas, tidak terlihat rasa takut dan ragu-ragu. Saya berharap kegiatan ini
dapat memfasilitasi mereka untuk berkembang menjadi pemimpin.
Sedangkan kekhawatiran saya, ketika
melihat agak jauh kedepan kegiatan ini tidak bertahan lama. Berdasarkan
pengalaman yang pernah ada kegiatan yang kami lakukan hanya bertahan sebulan,
pada waktu itu kegiatannya berupa murojaah surat pendek di awal pembelajaran.
3.PEMBELAJARAN
YANG DIPEROLEH (FINDINGS)
Pembelajaran yang saya peroleh dari
kegiatan ini adalah jangan ragu untuk mencobakan sesuatu kepada murid terutama
yang bernilai positif dan baik bagi anak itu sendiri. Terbukti dengan terlihat
antusiasnya mereka menjalankan tugas mereka sebagai panitia dalam kegiatan
tersebut, sehingga mereka dapat mengembangkan potensi jiwa pemimpin sejak dini.
4.RENCANA
PERBAIKAN DI MASA DEPAN (FUTURE)
Untuk rencana di masa yang akan
datang, karena kegiatan ini bersifat terus-menerus, selain mempertahankan pola
kepemimpinan murid bagi maka setiap tahunnya akan ada regenerasi, dan setiap
bulan atau dua bulan sekali aka nada pergantian panitia. Sehingga dapat
memberikan kesempatan kepada semua siswa menjadi panitia dan mengembangkan bakat
kepemimpinan mereka.
Selasa, 28 September 2021
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.
PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Oleh : Sahriyal CGP 2 Kabupaten Pesawaran
Setiap pemimpin dalam
oraganisasi apapun memiliki tanggung jawab untuk dapat memanfaatkan semaksimal
mungkin sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut untuk mencapai
tujuan bersama. Memanfaatkan dalam arti mengelola secara optimal untuk mencapai
tujuan yang telah disepakati bersama. Demikian juga sebagai pemimpin
pembejaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal dan berkualitas
maka pemimpin pembelajaran harus mampu menggapainya dengan sumber daya yang
dimilikinya.
Dalam pengelolaan sumber
daya yang ada, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan pendekatan inkuiri
apresiatif, yaitu melihat pada kelebihan-kelebihan atau kekuatan yang dimiliki,
sehingga dapat secara maksimal memacu perubahan dengan potensi yang dimiliki.
Bukan justru sebaliknya, hanya memprhatikan pada kekurangan-kekurangan yang
dimilki yang justru akan membuat pesimis dalam mecapai tujuan yang disepakati.
Dalam pengelolan sumber
daya dikenal dua pendekatan yaitu Defisit based thinking (pendekatan berbasis
kekurangan) dan asset based thinking (pendekatan berbasis aset). Sebagai
pemimpin pembelajaran sangat dianjuran untuk menggunakan pendekatan asset based
thinking, untuk dapat terus bergerak mencapai tujuan yakni visi misi sekolah
dengan aset yang dimiliki. Dengan demikian diharapkan tetap ada progress untuk
mencapai visi misi.
Selain itu, dengan
menggunakan aset based thinking maka diharapkan dapat memaksimalkan semua
potensi aset yang dimiliki untuk membantu proses pembelajaran yang lebih
berkualitas.
Diantara aset-aset yang ada
di sekolah itu adalah 1. Aset manusia, 2. Aset sosial, 3. Aset Fisik, 4. Aset lingkungan/alam,
5. Aset Finansial, 6. Aset Politik, 7. Aset Agama dan budaya. Ketujuh aset ini
adalah modal utama bagi pemimpin pembelajaran untuk dapat menunjang
pembelajaran yang berpihak pada murid dengan kualitas yang lebih baik.
Kecermatan dalam memetakan aset-aset yang ada serta kepiawaian dalam mengelola
dan memnafaatkannya adalah kunci utama dalam mencapai pembelajaran yang
berkualitas khususnya dan mencapai visi misi secara umum.
Pemimpin pembelajaran dalam
memimpin sumber daya dengan menggunakan pendekataninkuiri apresiatif dan aset based thinking
sangat erat kaitannya, dan memiliki kesamaan dalam hal melihat dari sisi
positif pada permasalahan yang ada, sehingga tidak menjadikan alasan kekurangan
dan sisi negative untuk berhenti dan pesimis.
Demikian juga erat
kaitannya antara pemimpin pembelajaran ketika memimpin sumber dayadengan teknik coaching. Dalam teknik coaching
seorang coachee menemukan sendiri jalan keluar dari permasalahannya dengan
bantuan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali potensi yang ada pada diri
coache, bukan menampakkan permasalahan atau kekurangan yang ada dalam diri
coachee. Ini berarti bahwa coachee yang merupaka salah satu aset yang dimiliki
sekolah, ketika diberikan dukungan dapat
memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya.
Saya sebagai CGP sekaligus
pemimpin pembelajaran di kelas-kelas, setalah memahami materi pada modul 3.2
ini ada perubahan paradigm dalam hal meningkatkan kualitas pembelajaran. Dulu yang
saya fikirkan adalah masalah apa yang kurang dan tidak ada dikelas, untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga apa yang terjadi. Tidak ada progress
sedikitpun untuk berubah menjadi lebih baik, seakan-akan dalam fikiran ini
sudah terpatri pemahaman bahwa kemajuan atau perubahan kualitas itu hanya akan
terjadi jika apa yang tidak ada, apa yang kurang tadi menjadi ada.
Namun kini paradigma itu
sudah berputar dan meyakini bahwa apa yang tidak ada tadi bukanlah satu-satunya
hal yang dapat menjadikan perubahan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Mulai
saat ini saya berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan dengan apa yang ada semaksimal mungkin.
Salam dan bahagia.
Rabu, 15 September 2021
KONEKSI
ANTAR MATERI MODUL 3.1.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
By: Sahriyal CGP 2 Pesawaran
Alhamdulillah ..
pada kesempatan yang baik ini kembali saya dapat merilis informasi terbaru di
blog saya ini. Yang kali ini berupa tulisan menganai Koneksi antar materi yang
telah saya pelajari dalam Program Pelatihan Guru Penggerak angkatan 2, yang kurang
lebih sudah berjalan pada bulan ke-6. Semoga informasi ini dapat memberikan
nilai manfaat bagi yang membaca. Selengkapnya saya uraikan dalam tulisan di
bawah ini.
Filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap pengambilan
keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran
Ki Hadjar Dewantara yang sudah sangat kita kenal sebagai bapak
Pendidikan Indonesia telah menghasilkan karya yang sangat luar bias, bermanfaat
tentunya untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. Salah satu karya beliau
adalah pratap Triloka Pendidikan, yang terdiri dari Ing Ngarso Sungtulodo, Ing
Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
Ing ngarso
sungtulodo memiliki makna bahwa sebagai seorang guru mempunyai kewajiban terhadap anak-anak didiknya untuk menjadi teladan, dalam arti setiap ucapan dan
pebuatannya adalah contoh yang baik bagi anak-anak didiknya. Selanjutnya ing
madyo mangunkarso memiliki makna bahwa sebagai seorang guru kita harus bisa
menuntun dan memberikan semangat kepada anak-anak didiknya dalam belajar untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan mereka. Dan yang terakhir tutwuri handayani
memiliki makna bahwa sebagai seorang guru mampu memberikan dorongan dan
motivasi kepada anak-anak didiknya sehingga pemikiran anak-anak didiknya bisa
terbuka dan menimba ilmu dan mengambil wawasan yang luas.
Dari filosofi
pratap triloka pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara ini jika
diselami nilai-nilainya lebih dalam menjadi dasar untuk mengambil keputusan
sebagai pemimpin pembelajaran akan menghasilkan keputusan yang tepat dan
bijaksana, terutama keputusan tersebut akan berpihak pada anak-anak didik,
bersifat objektif dan murni untuk kepentingan kemajuan pendidikan mereka.
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, memilki pengaruh kepada pengambilan
suatu keputusan
Sebagai seorang
guru seyogyanya telah tertanam di dalam dirinya nilai-nilai yang positif yang
akan mempengaruhi setiap ucapan, langkah dan perilakunya. Nilai-nilai tersebut
adalah mandiri,
reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Tidak terkecuali,
nilai-nilai itu juga akan berpengaruh ketika seorang guru mengambil keputusan
sebagai pemimpin pembelajaran. Semua keputusan yang akan di ambil telah melalui
filterisasi nilai yang tertanam dalam dirinya. Baik itu proses yang mandiri dan
telah di refleksikan, kemudian berkolaborasi dengan rekan atau orang lain yang
dapat membantunya dan yang terpenting adalah keputusan tersebut baik dan
berguna untuk kepentingan pembelajaran anak-anak didiknya.
Dengan demikian ketika guru/pemimpin
pembelajaran sudah memiliki nilai-nilai diri yang positif tidak akan salah
dalam memngambil keputusan baik itu bersifat individu atau egois maupun hal-hal
lain yang akan merugikan anak-anak didiknya.
Kegiatan
terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan
kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) dalam perjalanan proses pembelajaran kita,
terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah
pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut.
Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas sebelumnya.
Dalam pengambilan
keputusan yang tepat dengan resiko yang sekecil-kecilnya terlaksana dengan bantuan
coaching. Dalam hal ini coaching
berperan sebagai alternatif jalan keluar ketika ketika permasalahan mengalami dilema.
Baik itu permasalahan yang terjadi pada anak-anak didik atau pun guru.
Ada peran guru
sebagai coach untuk untuk membangkitkan dan memunculkan semaksimal mungkin
potensi peserta didik untuk mampu menyelesaikan masalah sendiri apalagi masalah
yang termasuk dilemma etika dan bujukan moral. Pendidik sudah sepatutnya
menyisihkan waktunya untuk menjalankan proses coaching untuk menciptakan
kondisi pendidikan yang berpihak pada murid dan mengutamakan kepentingan
peserta didik. Kondisi yang menstimulus murid untuk berkembang sesuai dengan
kodratnya masing-masing.
Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.
Ketika guru dihadapkan
dengan masalah yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar
atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang ada dalam dirinya.
Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi dalam mengambil sebuah keputusan.
Jika nilai-nilai
positif yang ada dalam dirinya maka keputusan yang diambil akan tepat, benar
dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang
dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang
diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan.
Sebagai mana
telah diketahui bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru adalah reflektif,
mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai
tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau
etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan
pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada
terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Untuk mendapatkan
keputusan yang tepat, yang berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif dan
nyaman, sebgaimana telah dipelajari bahwa selain harus memiliki paradigma dan
prinsip resolusi yang tepat juga menggunakan tahapan-tahapan sebagai pertimbangan
sebelum keputusan diambil.
Tahapan-tahapan
tersebut memiliki Sembilan langkah, mulai dari mengumpulkan fakta, mendata
siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut dampai dengan menggunakan
pertimbangan intuisi dan opsi trilema. Baru kemudian diputuskan mengenai kasus
tersebut. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan tetap menjaga terciptanya lingkungan
yang positif, kondusif dan nyaman. Dalam arti situasi lingkungan setelah dan
sebelum diambilnya keputusan tidak berubah.
Kesulitan-kesulitan di lingkungan untuk menjalankan pengambilan
keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika.
Dilingkungan
dimana saya bertugas menurut saya tidak terlalu banyak hal yang membuat sulit
untuk memutuskan masalah dilema etika. Hanya saja mungkin untuk hal-hal berikut
ini perlu dicermati ketika dilema etika harus diputuskan, yaitu : Keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman menjadi salah satu kendala/kesulitan pribadi yang
muncul, kekhawatiran akan keputusan yang tidak tepat menjadi kesulitan tersendiri
dalam pengambilan keputusan, ketidakcermatan dalam mengindentifikasi fakta dan
informasi awal akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang diambil, perbedaan
sudut pandang setiap orang dalam mengambil keputusan suatu kasus yang sama
menyebabkan sulitnya mendapatkan kesepakatan keputusan.
Pengaruh
pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan
murid-murid .
Keputusan-keputusan
yang kita ambil tentu sangat berpengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan
murid-murid. Karena keputusan-keputusan tersebut diambil berdasarkan nilai
berpihak pada murid. Lain halnya jika keputusan itu tidak berpihak pada murid
atau cenderung subjektif, maka tidak akan berpengaruh pada pengajaran yang
memerdekakan murid-murid.
Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat
mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya
Keputusan yang
diambil pendidik sebagai pemimpin pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan
peserta didik sangat menentukan bagaiman langkah mereka selanjutnya, jika tepat
akan lebih menjadikan mereka mampu menumbuhkan potensi-potensi yang ada pada
diri mereka, sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik.
Jika kurang atau tidak tepat pendidik sebagai pemimpin pembelajaran
mampu meminimalisir kemungkinan negative atau resiko dari ketidaktepatan
keputusan tersebut, sehingga anak didik pun akan tetap tumbuh sebagai insan
yang rasionalble, cermat dan teliti dalam mengambil keputusan tatkala dihadapkan
dengan persoalan yang mendera mereka.
Kesimpulan akhir yang dapat saya
tarik dari pembelajaran modul materi 3.1 dan keterkaitannya dengan modul-modul
sebelumnya
Dalam materi
3.1. tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat baik
untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang positif, kondusif aman dan nyaman,
serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang mampu menuntun anak-anak didik
dalam merdeka belajar, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Namun materi
ini diterapkan perlu adanya dukungan secara berkesinambungan dengan pemahaman
filosifi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, serta menguasai teknik coaching yang
baik serta didasari nilai-nilai diri yang positif dalam pengambilan keputusan.
Terima
kasih, salam dan bahagia.
Senin, 31 Mei 2021
Aksi Nyata Nilai dan Peran Guru Penggerak
Setelah melalui tahapan kedua
dari isi modul 1, banyak hal yang menjadi terang. Mengenai apa dan bagaimana
Guru Penggerak itu. Dari sisi kompetensi, guru penggerak adalah sosok pemimpin.
Orang yang mampu memimpin dirinya dan orang lain disekitarnya untuk berkembang,
memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah dan memimpin pengembangan
sekolah. Dari empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak
tersebut, dapat dipahami bahwa Guru Penggerak adalah Pemimpin.
Dengan kompetensinya sebagai
pemimpin itu, guru penggerak mampu bertindak dan berbuat sesuai dengan peran
yang diharapkan. Peran-peran tersebut adalah:
1.Menjadi pemimpin pembelajaran;
Ketika menjadi
pemimpin pembelajaran, seorang guru penggerak diharapkan mampu mendesain
sedemikian rupa ekosistem pendidikan di sekolahnya mulai dari lingkungan hingga
kurikulum, proses pembelajaran, penilaian dll. menjadi sesuatu yang dapat
menciptakan kenyamanan murid dalam belajar. Sehingga murid dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.
2.Menjadi penggerak komunitas praktisi
Sebagai guru
penggerak harus bisa menggerakkan atau menginisiasi atau terlibat secara aktif
dalam menggerakkan komunitas praktisi baik di sekolahnya maupun di didaerahnya.
Sehingga selain bermanfaat bagi guru lain utuk saling berbagi ilmu antar sesama
anggota komunitas, juga bagi guru penggerak itu sendiri.
3.Menjadi coach bagi guru lain
Selain
mengembangkan dirinya, guru penggerak juga harus berperan untuk mengembangkan
teman sejawat atau guru lain dengan bertindak sebagai coach atau mentor. Sebagai
mentor guru penggerak merefleksikan kemampuannya kepada teman sejawat agar
dapat lebih berkembang.
4.Mendorong kolaborasi antar guru
Guru penggerak
juga berperan sebagai pendorong kolaborasi antar stake holder atau pemangku
kepentingan baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah. Dengan tujuan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
5.Mewujudkan kepemimpinan murid
Mendorong
peningkatan kemandirian dan kepemimpinan murid di sekolah. Peran seorang Guru
Penggerak berarti membantu para murid ini untuk mandiri dalam belajar, mampu
memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter murid di
sekolah.
Setelah memiliki kompetensi sebagai guru penggerak
sebagaimana disebutkan diatas agar dapat secara konsisten menjalankan perannya
dengan baik, maka dalam diri seorang guru penggerak perlu memiliki nilai-nilai
diri, yaitu: mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.
Sebagai Calon Guru Penggerak, setelah mempelajari modul
1.2. ini, semakin memahami kekurangan diri akan kompetensi yang dimiliki serta
peran yang telah di jalankan selama ini. Namun dalam kondisi ini saya mencoba
menerapkan dan menambah sedikit demi kompetensi dan peran Guru Penggerak di
lingkungan sekolah saya, seraya menggali dan mendalami penguasaan nilai-nilai
yang harus dimiliki seorang guru penggerak.
Dalam satu kesempatan saya memulai untuk menginisiasi
komunitas praktisi. Dalam hal ini adalah guru kelas dan guru mapel. Kegiatan
ini sebelumnya tidak ada, sama sekali hal baru, sehingga benar-benar sangat
membutuhkan dukungan dari semua pihak. Semoga dimudahkan, berjalan lancer dan
berkelanjutan.
Perencanaan, konsultasi dan sharing tentang penggerakan komunitas
Mengunjungi kelas, membicarakan permasalahan dan kendala yang ada
Aksi Nyata - Penerapan Pemikiran
Ki Hadjar Dewantara
di Kelas dan Sekolah
pada Modul 1.1
PERUBAHAN MENUJU MERDEKA BELAJAR
Disusun Oleh : Sahriyal
Fasilitator : Edi Sutanto
Pengajar Praktik : Marsus Efendi
1.1 LATAR BELAKANG
FILOSOFI PENDIDIKAN DALAM PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004).
Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II , 1994). Dengan demikian, pendidikan itu sifatnya hakiki bagi manusia sepanjang peradabannya seiring perubahan jaman dan berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan batin dan lahir sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.
Kebudayaan berasal dari bahasa latin Culture yang berarti “mengusahakan”, mengusahakan untuk mendapatkan kemajuan kehidupan. Inti dari kebudayaan adalah manusia. Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia yang berbudaya dan membudaya. Dengan mengusahakan kehidupan yang lebih baik seseorang akan memerlukan pendidikan.
Pendidikan dan Kebudayaan terdapat hubungan yang saling berkaitan. Tidak ada kebudayaan tanpa pendidikan, begitu juga praksis pendidikan tidaklah stagnan, melainkan selalu berkembang dengan lingkup kebudayaan. Apabila kita ingin membangun kembali masyarakat Indonesia dari krisis globalisasi maka tugas tersebut menjadi tugas pembangunan kebudayaan kita.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang kebudayaan untuk selalu memelihara serta memajukan hidup manusia kearah keadaban. Oleh karena itu harus selalu diingat beberapa pemikirannya di bawah ini:
Pemeliharaan kebudayaan harus bertujuan memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan setiap pergantian alam dan zaman.
Karena pengasingan (isolasi) kebudayaan menyebabkan kemunduran dan kematian, maka hubungan antara kebudayaan masyarakat harus selalu terjaga.
Pembaharuan kebudayaan mengharuskan adanya hubungan dengan kebudayaan lain, untuk mengembangkan dan menyempurnakan atau memperkaya kebudayaan sendiri.
Memasukan kebudayaan lain yang tidak sesuai dengan alam dan zamannya merupakan pergantian kebudayaan yang menyalahi tuntutan kodrat dan masyarakatnya, dan hal ini membahayakan.
Kemajuan kebudayaan harus berupa kelanjutan langsung dari kebudayaan nasional (kontinuitas), menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap mempunyai sifat kepribadian didalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentrisitas).
I.2 TUJUAN PENDIDIKAN
Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.
Ki Hadjar Dewantara juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”
Ki Hadjar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut :''Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
Ki Hadjar Dewantara hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya.
Ki Hadjar Dewantara, mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ki Hadjar Dewantara, menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
Pendidikan Budi Pekerti atau Karakter, yaitu bulatnya jiwa manusia, bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan yang akan menumbuhkan energi jiwa manusia sebagai makhluk individu dan sosial dan dapat memerintah atau menguasai dirinya sendiri , mulai dari gagasan, pikiran, atau angan-angan hingga menjadi tindakan. Ki Hadjar menyebutnya sebagai manusia yang beradab dan itulah tujuan Pendidikan Indonesia secara garis besar ( Dewantara I, 2004 ). Maka, Ki Hadjar membagi fasa pendidikan menjadi tiga perkembangan, yaitu :
Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya, sesamanya, dan lingkungannya. Disini sangat jelas apa arti manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa , negara, dan tanah airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru.
Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih luas lagi yaitu dunia atau masyarakat global.
Pendidikan karakter untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa itu harus dimulai sedini mungkin bagi seluruh anak bangsa. Pemikiran Ki Hadjar yang menarik bagi Pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia adalah Wirama yaitu sifat tertib serta hidupnya laku yang indah sehingga dapat memberi rasa senang dan bahagia (Dewantara I, 2004 ). Wirama itu tidak lepas dari kodrat alam seperti keteraturan alam, keindahan alam, sifat alami alam yang ritmik. Di samping itu, dengan mengutip seorang ahli psikologi dan ilmu pendidikan Dr Rudolf Steiner, Ki Hadjar mengungkap bahwa Wirama : [1] mempermudah pekerjaan, [2] mendukung gerak pikiran, [3] mencerdaskan budi pekerti, dan [4] menghidupkan kekuatan dalam jiwa manusia. Inilah syaraf paling penting untuk pendidikan karakter bangsa untuk membangun peradaban bangsa dan membedakannya dari peradaban equity dan equality dalam paham liberalisme yang mengkultuskan individu dan materialisme. Wirama akan membiasakan manusia menghargai harmomi dalam keragaman, hal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman bawaan. Dengan harmoni maka manusia akan selalu menyelaraskan hidupnya dengan lingkungannya serta menjaga kemerdekaannya dengan menghargai kemerdekaan orang lain. Wirama itu ada dalam adat-istiadat, tata-krama, kebiasaan setiap etnis suku bangsa.
2.1 Perasaan selama melakukan perubahan di kelas
Perasaan yang penulis rasakan tentunya rasa syukur. Alhamdulillah penulis diberi kesempatan oleh KEMENDIKBUD untuk menjadi calon guru penggerak. Sehingga banyak sekali hal-hal baru yang penulis dapatkan dan pahami terutama terkait filosofi pendidikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Perubahan yang terjadi pada penulis dan peserta didik sangat luar biasa dampaknya dengan menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dari awal proses mempelajari materi modul 1.1 sampai selesainya materi pada modul 1.1, penulis lebih termotivasi untuk mencari hal-hal baru dalam pembelajaran terutama lebih memanfaatkan linkungan di sekitar dan teknologi. Salah satunya dengan menemukan media dan metode pembelajaran yang dapat menarik minat dan bakat peserta didik agar peserta didik dapat lebih aktif, inovatif, kreatif, dan senang. Misalnya: Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai Mata Pelajaran yang di ampu penulis, penulis memberikan tugas kepada peserta didik dengan cara bermain sambil belajar.
Penulis memberikan pertanyaan melalui permainan tersebut, sehingga peserta didik dapat menerima pembelajaran dengan mudah dan pembelajaran menjadi kondusif juga menyenangkan. Penulis merasa lebih dekat dengan peserta didik, peserta didik lebih kondusif dan terlihat mereka antusias sekali dalam menerima pembelajaran, dan ketika refleksi peserta didik dapat menjelaskan dengan baik materi yang disampaikan.
2.2 Ide atau gagasan yang timbul sepanjang proses perubahan
Perubahan bagi penulis adalah perubahan menuju merdeka belajar. Seperti semboyan Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru. Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat, tapi guru yang luarbiasa akan menghasilkan murid yang pantang menyerah karena guru yang luar biasa tidak akan menyerah pada kondisi apapun muridnya dan menghasilkan murid yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita.
Menerapkan profil pelajar pancasila, ''Beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif'' di sekolah.
Pendidikan perlu mempertimbangkan kodrat alam dan zaman karena kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan. Kodrat alam berkaitan dengan keunikan anak, kultur anak, bakat dan minat, gaya belajar, kemampuan anak, dan lingkungan anak dalam berinteraksi. Sedangkan kodrat zaman berhubungan dengan kemajuan alam dan zaman seiring dengan budaya manusia pada zamannya. Kita sebagai pendidik tidak boleh memaksakan kehendak anak. Berikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih cara belajarnya sendiri karena mereka memiliki keunikan masing-masing. Namun, pendidik harus tetap menuntun agar peserta didik tidak kehilangan arah dan menemukan kemerdekaan belajarnya. Dalam pembelajaran pun kita harus memberikan materi sesuai dengan perkembangan, zamannya agar materi yang disampaikan selalu terbaru sesuai dengan perkembangan zaman yang tidak statis tetapi dinamis selalu berubah-ubah.
Seperti ASA Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara 1922 ''Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk menghamba kepada sang anak. Filosofi pendidikan adalah berpusat kepada siswa. Pendidikan Indonesia harus mempersiapkan benih-benih kebudayaan yang tengah berevolusi. Pendidikan harus holistik dan tuntutan sesuai kodrat anak dan zamannya. sistem pendidikan harus kembali kepada filosofi Bapak Pendidikan Indonesia: Sistem pendidikan yang berhamba pada sang anak.
Menuju perubahan tersebut, penulis melakukan penerapan di kelas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang penulis ampu sebagai berikut:
1. Membuat kesepakatan dalam pembelajaran PAI
2. Menanamkan nilai-nilai karakter berakhlak mulia dengan berdoa sebelum memulai pembelajaran dan drilling doa harian dan surat pendek.
3. Menerapkan literasi membaca selama 5 menit sebelum dimulai pembelajaran dan mempresentasikan isi buku yang dibaca sebulan sekali
4. Menanamkan nilai-nilai kebudayaan di dalam pembelajaran
5. Menggunakan metode dan media pembelajaran yang menarik
6. Mempersiapkan ice breaking di tengah pembelajaran dengan tujuan agar siswa tidak bosan dan mengantuk, berupa permainan
2.3 Pembelajaran dan pengalaman dalam bentuk catatan praktik baik
Pendidikan dan pembelajaran di kelas dan sekolah, kami menerapkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Seperti semboyan Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru. Guru yang hebat menghasilkan murid yang hebat, tapi guru yang luarbiasa akan menghasilkan murid yang pantang menyerah karena guru yang luar biasa tidak akan menyerah pada kondisi apapun muridnya dan menghasilkan murid yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita.
Pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.
Penerapan di sekolah kami peserta didik diberi kebebasan untuk memilih cara belajar mereka sesuai dengan, minat, bakat, kemampuan, keunikan, gaya belajar, dan lainnnya. Misalnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia materi pelajaran mengenai fabel, guru memberikan tugas terkait materi tersebut, peserta didik diberi kebebasan untuk memilih tugasnya dengan cara menulis cerita fabel, memerankan drama fabel, atau membuat cerita fabel melalui teknologi. Dan guru akan selalu memantau dengan menanyakan ide kreatif dan proses yang dilakukan peserta didik, sehingga jika ada kendala siswa dapat menanyakan langsung apa kendalanya dan guru dapat mengarahkan peserta didik agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pendidikan juga harus sesuai dengan perkembangan zamannya agar peserta didik mengetahui perubahan setiap zamannya.
Menerapkan konsep profil pelajar pancasila di kelas dan sekolah, ''Beriman, Bertakwa, Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif''.
1. Beriman, Bertakwa, dan Berakhlak Mulia
Peserta didik membiasakan diri untuk hafalan surat pendek, membaca al qur'an. Dan sebelum memulai pembelajaran di kelas, peserta didik berdoa dan membaca surah pendek untuk menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
2. Berkebhinekaan Global
Seluruh warga sekolah membiasakan diri untuk melaksanakan 5S (senyum, sapa, salam, sopan, dan santun). Guru yang sedang piket bertugas untuk menyambut siswa dan mengecek kerapihan serta kelengkapan atribut sekolah.
3. Gotong Royong
Peserta didik memiliki rasa kepedulian, empati, dan kerja sama. Peserta didik dan wali kelas menjenguk peserta didik yang sedang sakit. Dan setiap hari Jumat di sekolah kami melaksanakan kegiatan kerja bakti atau gotong royong dalam menjaga kebersihan bersama.
4. Mandiri
Peserta didik diberikan tugas individu untuk melatih tanggungjawab akan tugas yang diberikan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam terkait proses awal pengerjaan tugas, hingga mendapatkan hasil sesuai dengan kerja keras dan usaha mereka. Ki Hajar Dewantara juga mengedepankan pendidikan karakter. Beliau mengajarkan bagaimana kita bisa memerdekakan diri kita sendiri dan tentu saja merdeka sebagai rakyat, bangsa, dan negara. Singkatnya, Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang percaya diri baik sebagai individu maupun bagian dari sebuah bangsa.
5. Berpikir Kritis
Pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam terkait materi teks diskusi, peserta didik diberikan tugas untuk mempresentasikan hasil diskusi. Peserta didik menanggapi argumen peserta didik lain dan diakhir pembelajaran peserta didik memberikan refleksi terkait pembelajaran hari ini. Hal positif yang didapatkan dalam pembelajaran ini adalah peserta didik dapat berpikir kritis untuk menganalisis, mengevaluasi, mengambil keputusan terkait argumen pro atau kontra, dan memberikan refleksi terkait pembelajaran hari ini.
6. Kreatif
Peserta didik membuat suatu karya yang menghasilkan produk yang indah dan berkualitas dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang ada di lingkungan sekitar rumah dan sekolah.
Manfaat dari pembelajaran ini mengajarkan kepada peserta didik untuk berwirausaha, menjaga kelestarian, dan kebersihan lingkungan.
Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan, bahwa keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
Dari pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas pihak sekolah, wali kelas, dan orang tua murid selalu menjaga komunikasi dengan baik, bekerja sama, dan bersikap terbuka untuk menceritakan bagaimana keseharian ananda di rumah maupun di sekolah. Sehingga tujuan bersama kami untuk membentuk karakter yang sempurna peserta didik dan progress pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
2.4 Dokumentasi Foto Bercerita
2.5. Testimoni Kepala Sekolah dan Rekan Guru
Testimoni Kepala Sekolah dan Rekan Guru terhadap Perubahan Penulis
3.1 Kesimpulan
Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan.
Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004).
Ki Hadjar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut :''Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
ASA Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara 1922 ''Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk menghamba kepada
Semboyan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Di depan memberikan contoh karena pendidik sebagai panutan untuk memberi contoh yang baik. Guru adalah teladan yang perlu di dengar ucapannya dan ditiru perbuatannya, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang beradab, bermartabat, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkepribadian. Di tengah memberi semangat dan motivasi terbesar seseorang berasal dari diri mereka sendiri. Di belakang memberi dorongan, yang memberikan dorongan adalah guru
Profil Pelajar Pancasila ''Beriman, Bertakwa, Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif''.
Sabtu, 15 November 2014
SejarahSistem PemerintahanIndonesia
Sistem
Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama
periode
: 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara
: Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi
: Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27
Desember 1949 – 15 Agustus 1950)
Sistem
Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama
periode
: 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara
: Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi
: UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Sistem
Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)
Lama
periode
: 5
Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara :
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi
: UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta